Intervensi Dini untuk Anak Tunarungu
Anak-anak berkebutuhan khusus, seperti anak tunarungu, bisa berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan berguna bagi masyarakat jika diberikan program intervensi dini kepada mereka.
Walaupun mereka tunarungu, potensi kecerdasan lain dari mereka bisa dikembangkan. Untuk itu, sangat diperlukan guru-guru yang berkualitas, yang bersertifikasi.
Intervensi dini merupakan suatu kegiatan edukatif dengan memberikan pengaruh dan layanan – layanan khusus (melibatkan semua pihak) pada anak yang mengalami masalah, sesuai kebutuhan anak.
Mengapa intervensi dini penting?
Betapa pentingnya mendeteksi atau mengetahui adanya ketunarunguan pada usia sedini mungkin dan bahwa kemudian hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan program intervensi atau “campurtangan” dini guna mencegah terjadinya dampak yang kurang baik terhadap seluruh perkembangan si bayi. Maka disarankan agar deteksi ketunarunguan terjadi sebelum usia 3 bulan (bahkan dianjurkan diadakannya pemeriksaan pendengaran terhadap semua bayi yang baru lahir sebelum mereka meninggalkan rumah sakit) dan pelayanan intervensi dini agar dimulai pada usia 6 bulan.
Tiga tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan masa dimana terjadi perkembangan yang paling “dahsyat”, maka masa inilah yang perlu dimanfaatkan sebaik mungkin guna mencegah terjadinya dampak ketunarunguan berupa keterlambatan atau gangguan dalam berbagai aspek perkembangan anak seperti bidang kognitif (pengetahuan), sosial dan emosi. Sesegera mungkin anak perlu diberikan Alat Bantu Mendengar (ABM) yang cocok dan dimulai dengan pengembangan kemampuan berbahasa dan komunikasinya serta bimbingan terhadap orangtua mereka.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk anak tunarungu :
1. Deteksi sejak usia dini, dianjurkan sejak bayi baru lahir.
2. Memberikan assesmen sejak awal pada anak.
3. Menggunakan ABD, Implant Coachlea, perawatan dan servisnya.
4. Auditory Brainstem Response (ABR) atau Brainstem Audiometry (BSR) berupa suatu peralatan elektronik yang canggih yang memeriksa pendengaran melalui respon atau reaksi syaraf pendengaran bayi terhadap bunyi. Dengan ABR, pada kepala bayi (biasanya dalam keadaan tidur) dipasang elektroda, dua pada tulang di belakang telinga dan satu pada dahinya sehingga bunyi langsung disalurkan ke syaraf pendengaran si bayi. (hanya terdapat di Rumah Sakit besar dan jumlahnya masih sangat terbatas).
5. Penyelenggaraan SLB Tunarungu yang ideal
o Mengubah peran guru dari pendidik yang spesialis ke generalis, pendekatan interdisipliner dengan meningkatkan kelenturan dalam menggunakan pendekatan/metode pembelajaran bagi tunarungu
o Perlunya pengkaderan pengurus yayasan, kepala sekolah, baik sebagai manager maupun leader yang memahami atau menguasai bidang keahliannya dalam pendidikan tunarungu, sehingga terampil mengelola sistem pendidikan tunarungu.
o Dalam kegiatan belajar mengajar, menggunakan “Kurikulum Lintas Bahasa”, dengan pendekatan metode pemerolehan bahasa dan sistem komunikasi tunarungu yang tepat (metode pemerolehan bahasa yang ditawarkan Metode Maternal Reflektif).
o Terlaksananya layanan deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan layanan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama secara terprogram, terarah, kontinyu dan berkesinambungan.
o Pemanfaatan sisa pendengaran dengan mengoptimalkan alat bantu dengar secara benar, meliputi : pemilihan, pemanfaatan dalam rehabilitasi dan habilitasinya, serta sistem perawatanya.
o Strategi optimalisasi semua komponen sekolah ; guru, orangtua/masyarakat, lingkungan dan sarana prasarana dalam pelayanan pendidikan siswa tunarungu secara berkualitas.
o Program pelayanan pendidikan terpadu, sekolah khusus seperti inklusi
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama. (Oleh: Amalia/PLB UPI 08)
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Yayasan Santi Rama, Metode Percakapan yang Reflektif (MPR) Dalam Pendidikan Anak Tunarungu, Buku Seri I : Landasan Teori, Jakarta, 1989
Boothroyd, Arthur, Hearing Impairments in Young Children, Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, N.J. 07632, 1982
Bosko Sumitro, Kursus Tentang Pendidikan Anak-anak Tuli yang Berinteligensi Normal, Makalah, Wonosobo : Yayasan Don Bosco, 1984
Chaer, Drs. Abdul, Linguistik Umum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003
Clark Morag, Language through Living, London Sydney Auckland Toronto: Hodder And Stoughton, 1989
Cook, Thomas D. & Cambell, Donald T., Quasi-Experimentation, Design & Analysis Issues for Field Settings, Chicago : Rand McNally College Publishing Company, 1979
sumber : http://materiplb.blogspot.co.id
Hola It’s hard to come by experienced people in this particular subject, but you sound like you know what you’re talking about! many thanks